official poster Japanese Whispers 2, karya Azam
(I'm not sure if I'm going to write the English version, maybe later. I'm sorry if I can't provide better photograph or video, I'm such a bad photographer, but I wish you enjoy this)
Judulnya mungkin agak berbau popular dan menjual banget, ya. Padahal yang mau saya tulis di sini adalah tentang Mitsume, band indie pop asal Tokyo, Jepang yang lagi main-main ke Yogyakarta, Indonesia dalam rangka Japanese Whispers 2. Saya, yang kebetulan dapat kesempatan bermain bersama mereka dan pihak panitia, dibiarkan menikmati 3 hari bersama cowok-cowok ikemen (bahasa Jepang modern untuk sebutan cowok ganteng dan populer) ini.
from L→R Nakayan, Moto, Mao, Youjiro
2013.03.21
Berangkat dari Bogor pukul 06:12 pagi, dan tiba di Stasiun Gambir sekitar pukul 07:45, dari situ saya dan seorang rekan saya, Ran menaiki kereta eksekutif menuju Yogyakarta. Alasan saya mengunjungi Yogyakarta itu sebenernya sederhana; mau mengunjungi kawan-kawan di Yogyakarta. Mengenai Mitsume sendiri, saya Cuma denger beberapa lagunya, dan memang menarik. Pertama kali denger lagu mereka, rasanya pengen bergoyang gitu. Luar biasa. Tapi saya sendiri belum pernah mengenal nama-nama membernya satu persatu. Saya bahkan nggak inget Mitsume ada berapa orang membernya. Jadi bisa dibilang saya ke Yogya dengan pengetahuan cukup nol tentang Mitsume. Lain halnya dengan Azam, teman Yogyakarta saya yang merupakan salah satu panitia Japanese Whispers 2.
Karena dia sudah sempat main-main ke Tokyo dan bertemu dengan Mitsume, mereka sudah ada obrolan sebelumnya. Tentu saja Azam dan Mitsume sudah saling kenal. Obrolan di live house di Tokyo itu merupakan awal dari persetujuan mereka untuk main di Japanese Whispers 2. Mengenai kedatangan saya ke Yogyakarta, persetujuannya begini: saya bisa menginap di rumah eyangnya Azam asal saya bersedia bantu-bantu. Why not? Tidak tinggal di rumah eyangnya Azam pun jika harus membantu, saya bersedia. Begitu kami keluar dari Stasiun Tugu pukul 5 kurang, kami melesat ke rumah eyangnya Azam dengan ojeg. Begitu kami sampai di rumah tua nan besar itu, kami melihat bahwa member Mitsume dan dua orang krunya sudah tiba.
Beneran ikemen.
Kaki gemeteran, haha.
Maklum saja, saya ini cewek, loh.
Masih suka liat ikemen.
Fangirling? Ya, mungkin bisa disebut demikian. Siapa saja kah member Mitsume dan dua orang krunya tersebut? Mitsume sendiri terdiri dari Kawabe Moto (vocal, lead guitar), Ootake Mao (guitar), Nakayan (bass), dan Suda Youjiro (drum). Sementara dua orang krunya adalah Toyama Takuro yang bertugas sebagai juru foto, dan Sekiyama Yuuta yang bertugas sebagai juru video. Antara member band dan krunya, semua ikemen.
Mitsume dan kru sudah disediakan suguhan seperti pisang goreng dan tempe. Sarah, salah satu teman Yogyakarta saya, yang juga member band Paraparanoid dan kali ini bertugas sebagai guide untuk Mitsume dkk, merekomendasikan pisang goreng. Begitu Mitsume dkk mencicipinya, mereka tampaknya suka.
Setelah ngemil-ngemil dikit, Azam mulai melakukan tour dalam rumah. Memperkenalkan pada member Mitsume dan kru situasi ruangan, berapa jumlah kamar dan lika-liku di rumah. Total ada sekitar 7 (?) kamar di rumah eyangnya Azam. Paling besar ada di depan. Karena member Mitsume dan kru totalnya ada 6 orang, maka masing-masing kamar harusnya diisi dua orang. Melihat ada kamar paling besar, maka member Mitsume dan kru memutuskan untuk melakukan permainan kartu (entah apa disebutnya, saya lupa) untuk menentukan kamar. Hari pertama itu karena masih belum kenal nama-nama mereka, saya juga jadi nggak begitu inget siapa di kamar mana. Tapi akhirnya sekarang paham. Sekiyama Yuuta dan Nakayan, ada di kamar belakang, di samping kamar kami *oh my God! Di samping kamar kami ada ikemen juga!!*, dan ini saya baru sadar ketika pulang makan malam. Di kamar tengah ada Toyama Takuro dan Kawabe Moto. Lalu di kamar depan ada Ootake Mao dan Suda Youjiro. Saya sendiri ada di salah satu kamar belakang bersama Ran dan Sarah, di ruangan samping kami diisi oleh Azam, Arkham, Seto dan Ogi.
Setelah menaruh barang dan tas kami di dalam kamar masing-masing, kami pergi keluar untuk makan malam. Azam dkk memilihkan makan malam yang sedikit berbau Yogya. Nggak sedikit juga, sih. Khas Yogya lah. Gudeg. Hahaha. Mereka sebelumnya sudah dijelaskan apa itu gudeg meskipun nggak begitu ngerti dengan buah nangka. Dalam otak mereka, atau di Jepang, nggak ada itu persamaan buah nangka. Tapi sepertinya mereka bisa menerima penjelasan yang diberikan Sarah dkk. Kami berjalan agak sedikit jauh dari rumah eyangnya Azam, tempatnya cukup enak sih, outdoor gitu. Selama perjalanan, Youjiro sempat tanya-tanya, saya ini kenal Azam dari mana. Azam menjelaskan bahwa kami awalnya berkenalan karena Coaltar Of The Deepers. Setelah sampai di restoran yang dimaksud, Arkham menyusun tempat duduk seperti ini; “yang bisa bahasa Jepang sama Mitsume dkk, yang nggak sama aku saja.”
clockwise → Takuro (nggak kelihatan), Moto, Yuuta (nunduk), Azam, Mao, Nakayan, dan Youjiro (tangannya doang yang keliatan). I'm such a bad photographer orz
Akhirnya saya dkk yang bisa bahasa Jepang memang duduk bersama Mitsume dan kru. Saya duduk dekat Ran, Sarah, Youjiro dan Takuro. Youjiro bisa dibilang cukup aktif dalam berinteraksi, kami saling ngobrol dan banyak tanya-tanya. Kami saling tanya pekerjaan masing-masing, dan Youjiro sempet tanya kebiasaan bangun pagi orang Indonesia. Kebanyakan orang Indonesia memang bangun subuh untuk solat Subuh. Kebiasaan bangun pagi seperti ini memang membuat banyak orang asing terkejut, “kalian bangun sepagi itu? Lalu apa yang kalian lakukan setelah solat? Tidur lagi?” tanya Youjiro. Mungkin untuk beberapa orang, itu berlaku. Tapi tidak untuk karyawan seperti saya. Setelah solat, nggak mungkin saya bisa tidur lagi. Saya pasti siap-siap untuk pergi kerja.
Setelah kami makan malam, Mitsume dkk ingin minum-minum. Arkham dan Azam mencarikan tempat minum yang agak sedikit jauh, namanya Geronimo Café. Nah, saat perjalanan menuju ke sanalah saya dan Yuuta berkenalan. Awalnya sempet tanya sama Azam, siapa sih kru Mitsume yang berambut pirang dan wajahnya K-pop sekali itu. Seriously, Sekiyama Yuuta itu tipikal K-pop idol! Azam bilang; “namanya Takuro.” (ini salah, loh dia!)
Pembicaraan kami berawal dari tempat akupunktur yang dekat dengan restoran. Sepertinya orang Jepang kurang begitu familiar dengan metode kesehatan seperti itu. Saya menjelaskan bahwa metode penyembuhannya adalah dengan menusukkan jarum ke seluruh tubuh. Yuuta Cuma cengengesan dan bilang, “menyeramkan,”
Setelah dari tempat akupunktur itu, kami ngobrol-ngobrol dikit. Ternyata mereka tiba di Indonesia sudah dari hari Rabu, hanya saja Yuuta yang datang satu jam lebih awal. Karena ini pertama kalinya dia ke Indonesia (bahkan seinget saya, ini pertama kalinya Yuuta ke luar negeri) dia agak ngeri dan berkata “Mitsume-san, ayo dong cepetan dateng!” sambil ketawa-ketawa, mungkin mengingat suasana saat itu. Sendirian. Dari obrolan kami, saya jadi tau kalau Yuuta adalah seorang freelance yang mengerjakan web design dan videografi. Yuuta berusia 28 tahun (dan ini bikin kaget karena nggak keliatan, padahal seusia sama Arkham), lalu begitu saya tanya; “namamu Takuro, ya?”, dia sedikit kaget, lalu menjawab, “bukan, aku Yuuta. Takuro yang ada di depanku.” Dia menunjuk laki-laki berambut keriting yang ada di depan kita. Salah, ya? Jadi malu :p
Begitu tiba di Geronimo Café, obrolan antara saya, Yuuta dan Ran jadi makin akrab. Kenapa? Karena ternyata Yuuta kenalan dari beberapa musisi yang kami sukai. Salah satunya adalah Riddim Saunter, Kaji Hideki, dan bahkan dia mengaku kenalan dekat dari Flippers Guitar, dia dulu pernah membuat copy band dari Flippers Guitar! Ini nggak di sangka-sangka banget! Yuuta ternyata adalah orang di balik videografi dan logo Tokyo Acoustic Session. Saya bener-bener nggak nyangka. Saya cukup sering memperhatikan Tokyo Acoustic Session, bahkan menikmatinya. Saya juga tahu kalau Mitsume pernah muncul di TAS. Kami ngobrol jadi rame sekali. Nggak disangka. Yuuta juga kelihatannya seneng banget karena ada orang-orang yang mengetahui musisi-musisi yang seperti itu, “nggak kusangka! Sepulang dari sini aku akan cerita sama Keishi dan Taichi, bahwa ada orang-orang seperti kalian yang tahu tentang mereka.” Ujar Yuuta. Wah!
Sebelum ini, Keishi Tanaka lagi-lagi muncul di TAS dengan lagu yang berjudul Hello. Tempat shooting berada di TK, dan yang mengambil gambar adalah Yuuta. Nggak disangka! Saya nonton videonya! Saya sebenernya kagum sekali sama Tokyo Acoustic Session karena konsepnya bagus sekali (>_<) this chance of meeting made me have a huge respect to Sekiyama Yuuta.
Itu sungguh malam yang nggak disangka dan menyenangkan.
2013.03.22
Setelah dari Geronimo Café, kami berjalan kaki mengitari daerah itu untuk kembali ke rumah eyangnya Azam. Di tengah perjalanan, kami memutuskan untuk membeli sandal jepit karena rencananya besok mereka akan ke Pantai Indrayanti untuk mengejar matahari terbit. Kami berencana untuk berangkat jam 3 pagi. Tapi sementara itu, kami baru sampai rumah eyangnya Azam sekitar pukul 12 dini hari, itu belum mandi loh. Kalau dengan mandi dan lain-lain, mungkin kami baru tidur sekitar jam setengah 2 pagi. Hahaha, kami bener-bener nekat!!
Saya sendiri nggak bisa tidur, sih. Jujur saja saya agak gelisah karena udaranya panas, udah gitu mules-mules juga. Haaa, luar biasa. Tapi beruntung saya nggak bisa tidur, jadi bisa pakai kamar mandi agak lebih lama. Soalnya kamar mandi di jajaran kamar belakang itu Cuma satu, dan itu yang paling besar. Enak, sih kamar mandinya. Semua orang bangun kira-kira pukul 3 lewat. Setelah semua siap, kami naik mobil menuju Indrayanti. Ada dua mobil, saya satu mobil dengan Sarah, Ran, Takuro, Moto, Mao dan Seto, dengan captainnya (driver) Ogi. Perjalanan dari rumah eyangnya Azam menuju Indrayanti sungguhlah MENANTANG! Kenapa? Karena kami harus berusaha mengejar abunai Arkham-san ultra speed unten-shuu. Apa artinya? Ya pokoknya kami kalah cepat, mungkin saja kru dan member Mitsume yang ada di dalam mobilnya Azam itu sudah sampe di Indrayanti, pulang ke Jepang, dan lain sebagainya, lalu sengaja kembali ke jalanan di mana kami bener-bener kewalahan ngejar Arkham dkk. Beneran ‘doctor in disguise’ (cek bio twitternya Arkham), dia bisa jadi dokter, demon speed driver, peramal cuaca, pemilik label rekaman, anggota band dan entahlah apalagi.
Orang-orang Jepang di mobil kami semua tampaknya nggak sadar perjalanan dengan kecepatan tinggi tersebut, begitu juga dengan yang ada di mobil Azam. Karena mereka tertidur. Sepertinya kalau orang-orang Jepang yang di mobil Azam, sih diberi anestesi sama Arkham :p Seperti yang sudah kami duga, kami ketinggalan sunrise. Kami kurang awal berangkatnya. Ogi yang kewalahan mengejar Arkham berkata begini; “kalau mereka mau berfoto dengan sunrise, serahkan sama aku. Nanti aku edit biar ada sunrisenya.” :D
Meskipun terlambat untuk sunrise, kami tetap menikmati Indrayanti. LUAR BIASA INDAH! Ya, mungkin masih ada sih, beberapa pantai indah lain selain di Indrayanti. Tapi pantai ini sepi pengunjung, karena belum weekend. Bagi saya, wisata air itu bikin deg-degan. Karena saya nggak bisa berenang. Saya kurang begitu bisa menikmati wisata air. Obrolan mengenai saya yang nggak bisa berenang sempet dibahas sama Ran dan Sarah sebelum tidur. Sarah sempet tanya; “memang kamu nggak mau bisa berenang?”… ya, mau sih, tapi prioritas pingin bisa berenang itu rendah. Nggak seperti keinginan bisa naik motor atau mobil. Makanya sejak dulu saya selalu dibully kalo udah berhubungan dengan air. Yang saya tau, wisata hari itu hanya ke Indrayanti dan Gua Pindul. Ini, nih yang nggak saya sangka-sangka. Ceritanya bisa nanti. Sekitar jam 8 – 9 pagi sepertinya kami sudah meninggalkan Indrayanti. Kami sekarang menuju Gua Pindul. Dan seperti tadi subuh, kami lagi-lagi ketinggalan sama Arkham. Beneran demon speed :O
Setelah parkir mobil, kami menuju loket pembayaran. Satu orangnya kalau nggak salah 30 ribu rupiah. Di saat itu, Yuuta bertanya; “eh, nanti kita mau kayak begitu?” nunjuk poster besar yang memperlihatkan orang-orang mengapung di sungai dengan pelampung ban besar. Di saat itu saya berkata, “… ya,”, tapi di benak saya, saya berkata ‘mampus gue, gue mati!’... saat itu saya berpikir demikian karena nggak bawa baju ganti. Saya pikir sudah lepas dari Indrayanti, sudah lepas ancaman basah. Ternyata ini….
Setelah membayar tiket masuk, dan menitipkan barang, kami bersiap menuju TKP. Sebelumnya, kami sudah memakai rompi pelampung dan sepatu karet yang sudah disediakan. “Nan, kamu interpreter kan? Coba kamu nanti terjemahkan apa yang guide jelaskan. Soalnya agak panjang, nih.” Kata Arkham saat perjalanan menuju lokasi.
“Hah?!” kaget saya. “kan ada Sarah?”
“Sarah itu translator, loh. Bukan interpreter.” Kata Arkham.
Sarah mengiyakan.
Ooo~ (>__<)
Dalam perjalanan menuju ke sana, saya bergumam, “mati aku~ mati aku,” dalam bahasa Jepang. Yuuta, Youjiro dan Nakayan yang denger Cuma cengar-cengir aja. Mereka nggak tau kalo saya nggak bisa berenang. “Kamu nggak bakalan kenapa-kenapa, kok. Memangnya kamu nggak tau kalau tempatnya bakal begini?” tanya Yuuta. “nggak, ini pertama kalinya saya ke sini.” Jawab saya.
Ini yang lucu, begitu guide melepas kami ke arus sungai, Nakayan yang teriak-teriak panik, mengakhiri teriakannya dengan, “KIMOCHII!” LOL
Kimochi itu artinya ‘enak’. Yang sering nonton JAV pasti familiar dengan kata ini. Ehehehe. Saya dilepas ke arus sungai setelah Mao. I really didn’t know what to say?!! Sarah berkata gini dari ujung; “jangan sedih, Na!” ini sih, ngeledek. Tapi ya sudah saya nikmati saja. Saya percaya kok ada yang jual baju ganti. 信じていたよ
Kami caving dengan penjelasan macam-macam dari guide. Saya, Azam dan Sarah ramai-ramai menerjemahkan. Tempat itu memang nggak begitu ada apa-apanya selain stalaktit, dan cerita-cerita di balik itu. Ada yang dijadikan tempat persemedian, ada yang menjadi sarang kelelawar. Bagi saya tempat itu memang cukup tenang, sih. Cukup untuk saya untuk menenangkan diri dan menjauh sejenak dari pekerjaan. Yang kelihatan agak panik sih katanya Yuuta, saya sendiri nggak begitu merhatiin “,dan nanti ketika kita tiba di ujung gua, semuanya dipersilakan untuk loncat dari ban,” perkataan si guide bikin saya cukup untuk… tersenyum dalam kehancuran. FUAAAAAACK!!!!
Mungkin saya bisa aja nggak lompat dari ban pelampung, tapi saya juga nggak mau dijungkir balikkan sama si guide. Saya nggak mau punya dendam sama si guide. Haha. Ya sudah saya melompat dengan sotoynya. Terima kasih, Gua Pindul!!! Saya panik, beneran payah! Nggak bisa berenang!!
Entah Nakayan, atau Youjiro yang ngomong begini ke saya; “jadi dari tadi kamu ngomong; ‘takut, takut’ itu karena kamu nggak bisa berenang?”, dan Sarah menimpali; “anak ini juga nggak bawa baju ganti!”, itu bikin Mitsume dkk tertawa lepas.
Sebenernya saya nulis tentang Gua Pindul masih deg-degan. Beneran bersensasi. Tapi juga… ah, ya pokoknya saya nggak bisa berenang sampai akhirnya harus dipandu sama Yuuta, Sarah dan Ran (T_T) sampai di akhir sungai saya dipandu sama mereka bertiga. Terima kasih banyak, kalian telah membantu nyawa saya tidak berakhir di dalam sana *lebay*
Di Gua Pindul itu memang ada, kok tempat yang jual baju ganti. Tapi ya bernuansa Gua Pindul. Gak apa-apalah, yang penting ada baju ganti. Pada rencana awal, setelah dari Gua Pindul kami mau ke Borobudur, tapi berhubung sudah mau jam 12 siang, kami khawatir tidak akan tepat waktu sampai sana, jadi kami memutuskan untuk makan siang saja. Kami makan siang di RM temannya Arkham, di sana kami memesan berbagai macam sambal. Mitsume dan kru harus coba sambal! Saya sebagai orang Sunda, mungkin terdengar aneh karena nggak suka makan sambel. Sebenernya bukan nggak suka, tapi tergantung mood. Kebanyakan sih, memang nggak suka makan sambel. Apalagi kalau bukan sambel buatan ibu, pedesnya suka nggak kira-kira dan kalau saya sampai sakit perut hanya karena perihal sambal, itu nggak lucu. Kali ini saya juga orang asing yang lagi main-main ke Yogya, membahayakan kondisi perut dengan nekat makan sambel itu bukan opsi bagus untuk saya.
Mitsume dan kru makan ayam bakar. Tadinya mereka mau makan dengan sendok dan garpu. Tapi, hey man… itu nggak Indonesia. Makan a la Indonesia itu pakai tangan, begitu juga dengan beberapa daerah Asia lain. Makan dengan tangan. Moto mengangkat ayam dan berkata; “begini cara makannya?” … agak aneh, sih liat Moto makannya begitu, tapi ya kurang lebih memang seperti itu. Jadi Mitsume dan kru makan dengan seperti itu juga. Cara makan ayamnya kayak makan fried chicken seperti yang bule-bule suka lakukan. Digenggam dan digigit langsung. Kebanyakan kalo orang Indonesia itu disuir dulu, Cuma kita bingung gimana ngomong ‘disuir’ dalam bahasa Jepang. Tapi nggak masalah, sih. Kata Mitsume dan kru, masakannya enak dan sambelnya juga enak. Mukanya pada merah semua. Hahaha. Jadi inget presdir di tempat saya kerja, di kasih sambel juga kepedesan, padahal sedikit.
Setelah dari tempat makan, kami menuju Ambarrukmo Plaza. Sebab Youjiro bilang mereka ingin beli kaos, tidak perlu yang bernuansa Yogyakarta, katanya. Jadi kami ikut menemani mereka. Oh, ya~ di mobil yang saya naiki, saya sempat jadi bantal selama setengah jam buat Takuro. Rombongan orang Jepang di mobil yang saya naiki ini pelor (nempel langsung molor), entah dengan Moto dan Mao yang ada di belakag, tapi kalau kata Seto, mereka juga kebanyakan tidur. Takuro menjadikan bahu saya sebagai bantalnya selama setengah jam perjalanan, alhasil ini bikin Seto, Ogi, Sarah dan Ran ngeledekin saya. “Perlu aku carikan polisi tidur?” tanya Ogi, meledek. Ya, kalian tau apa maksud Ogi. Tapi kasian Takuro, tidurnya nggak jelas gitu. Mau dibangunin juga nggak enak, soalnya dia kelihatan nggak enak badan. Barulah setelah setengah jam itu, dia bangun sambil ngelap liur (?) sambil menggumam, “gomen,” artinya ‘maaf’.
Rombongan saya yang sampai duluan di Ambarrukmo Plaza, di sana kami sudah menduga sih, kalau ikemen-ikemen Jepang ini bakalan jadi pusat perhatian. Gimana, ya? Mereka dengan celana pendek dan sendal jepit aja, mereka masih bisa kelihatan kece.
“Cewek-cewek kalo lihat si Mao, pasti langsung minta putusin sama pacarnya,” kata saya.
“Itu belum seberapa, coba kalo si mas K-Pop (read; Yuuta =p) jalan sama kita... itu baru bener-bener menarik perhatian,” kata Ogi.
Tapi bener. Setelah kita ketemuan dengan rombongan Azam yang membawa Yuuta, Nakayan dan Youjiro, mereka bilang mereka pingin lihat supermarketnya (lupa, deh. Itu Giant ato apa). Di depan supermarket itu, security-security ngeledekin Yuuta dengan berseru, “Super Junior! Super Junior!”. Ogi dan saya bertukar pandang, lalu berkata; “deshou?!” artinya ‘ya, kan?!’
Di Ambarrukmo Plaza kami sempat main ke toko CD. Mao beli CD JKT48.
“Yuuta, kamu nggak beli sesuatu?” tanya saya.
“Hm, apa ya? Pengen, sih beli sesuatu. Apa JKT aja, ya?” kata Yuuta.
Saya ketawa, lalu dia bilang, “nggak, nggak. Bohong. Saya nggak mendengarkan idol, kok.”
Ya, waktu pertama kali ngobrol dengan Yuuta, dia memang bilang dia nggak mendengarkan group idol apapun
.
Yogyakarta Acoustic Session → I forgot when this was taken. but I guess this was before the radio interview. they were practiced because they're going to play some acoustic on air
Kami Cuma sebentar di Ambarrukmo Plaza, kami langsung pulang untuk persiapan wawancara radio. Mitsume, maksudnya. Saya Cuma penggembira, loh, haha. Mitsume dapat kesempatan diwawancara di radio Swaragama FM. Dalam perjalanan menuju radio, Youjiro naik motor bareng Ogi. Youjiro melompat dengan semangat ke jok belakang dan berakibat celananya robek. Difoto sama Ogi kayaknya, deh robekan celananya. Di akhir wawancara, kami (saya, Ogi, Ran dan Seto) yang menunggu di lobby melihat ada seorang laki-laki yang datang dari daerah Malioboro untuk minta tanda tangan Mitsume. Orang ini sudah mengincar waktu berakhirnya on air radio, dia agak terburu-buru. Dia sempet tanya kepada kami, Mitsume sudah beres atau belum. Kebetulan memang baru banget beres. Rame kayaknya ketika orang itu minta tanda tangan. Ogi iseng aja tanya saja orang ini ketika dia sudah mendapatkan tanda tangan Mitsume.
“Mas, datangnya dari mana?” tanya Ogi.
“Malioboro, mas.” Jawab orang itu, dan kami Cuma ber-“hooo,”
Tadinya kami mau tanya, sih, orang itu memang suka sama Mitsume sebelum dengar siaran ini atau nggak. Tapi nggak kami tanyakan akhirnya. Kami kembali ke rumah eyangnya Azam hanya untuk persiapan makan di luar, kali ini di Bumbu Desa. Bumbu Desa itu restoran khas Sunda. Arkham lagi-lagi menyerahkan kekuasaan untuk menerjemahkan, mengguide Mitsume dkk tentang masakan atau culture Sunda ke saya.
Bukannya nggak mau. Emang, sih sukunya Sunda, tapi saya kelamaan di Jakarta. Darah Sunda itu nggak kental di saya. Bukan Sunda-rashii. Jadi agak malu juga, sih. Apalagi sempet salah ngasih rekomen nasi tutug oncom ke Yuuta. Dia mesen dobel jadinya!!! Udah mesen nasi juga, mesen nasi tutug oncom juga!!! Oh, sungguhlah payah saya. Meskipun Yuuta bilang nggak apa sambil ketawa-ketawa. Maafkan saya. Setelahnya, sih saya bilang meskipun saya orang Sunda, tapi saya kelamaan tinggal di Jakarta, jadi kurang gitu paham juga tentang budaya ataupun kultur Sunda. Masih inget muka Takuro yang senyum-senyum aja dengerin ucapan saya.
Saya makan satu meja dengan Ran, Yuuta, Mao, Moto dan Takuro. Kami sempet ngobrol banyak. Tapi ada juga beberapa hal yang kontras dengan mereka. Misal, saya dan Mao sama-sama pesen jus stroberi. Tapi menurut saya, jusnya asam, kalau menurut Mao, itu enak dan memang harusnya begitu. Lalu, Yuuta yang pesen kopyor durian. Dia bilang enak dan nggak bau. Tapi karena saya kurang gitu suka durian, saya langsung kaget begitu dia bilang durian yang pernah dia cicipi itu nggak bau.
“Aku dari tadi mengatakan hal yang terbalik terus, ya?” kata Yuuta, ketawa.
Meskipun begitu, ujung-ujungnya Yuuta keilangan napsu minum karena begitu diaduk, keluar bau duriannya.
“Begitu kamu aduk langsung keluar, tuh baunya,” kata Moto.
“Sudah, sudah. Lupakan saja minumannya,” gumam Yuuta.
Kayaknya Yuuta penasaran sama durian, deh. faktanya, orang Jepang itu kurang begitu suka dengan durian karena bau (informasi dan data yang objektif), di Jepang pun durian nggak begitu banyak dijual. Setelah itu, saya ngobrolin beberapa hal dengan mereka, salah satunya adalah tentang Japanese Whispers 2 ini.
“Nana, kamu tau nggak band-band yang bakalan berbagi panggung sama kami?” tanya Mao.
“Hmm, nggak terlalu tau. Tapi tadi saat kalian wawancara di radio, salah satu lagu dari The Aftermiles, band yang akan berbagi panggung dengan kalian, diputar, kok.” Kata saya.
“Yang mana, ya?” tanya Mao lagi.
“Itu yang musiknya nge-rock,” saya Cuma ingat sepotong nada dari The Aftermiles.
“Oh, yang di lagunya pada nyanyi rame-rame itu, ya?” Moto sepertinya mulai teringat.
“Oh, iya, iya. Itu, toh,” timpal Yuuta.
Selain itu, Saya sempet tanya ke mereka berempat tentang pekerjaan selain band, Mao bekerja dengan sesuatu yang berhubungan dengan komputer. “Programmer?” saya memastikan. “Ya, bisa dibilang semacam itu,” jawab Mao. Kalau Moto bekerja sebagai data entry, sementara Takuro bekerja sebagai kameraman (sudah ketahuan, ya?). Dua pria anggota Mitsume yang makan di meja terpisah dari kami juga dijelaskan apa kerjanya. Nakayan kerjanya sebagai PNS. Iya, PNS. Persamaan di Indonesia adalah PNS. Tapi ya, jangan dibayangin Nakayan pake safari cokelat punya PNS. Lalu, Youjiro katanya bekerja di rumah sakit, kabarnya sih dokter anak. Tapi setelah di rumah eyang, Ogi bilang kalo dia bukan dokter, melainkan CS. Entahlah.
“Menurut kamu, siapa di antara Mitsume yang paling populer?” tanya Moto.
Saya menatap ke arah Mao, “Mao, mungkin?”
“Haha, kamu benar. Di Jepang juga dia populer, kok.” Kata Takuro.
Mao Cuma cengengesan aja dibilang begitu. Tapi dari awal saya ketemu sama Mao, saya sudah mengira orang ini populer. Saya pribadi menganggap Mao sedikit mirip Aiba Masaaki-nya Arashi.
“Waktu pertama kali saya ngeliat Mao, aku pikir kamu mirip sama Aiba Masaaki-nya Arashi, loh. Itu, yang agensinya Johnnys.” Kata saya ke Mao.
“Oh, ya?” Mao senyum-senyum.
“Eh, iya. Bagaimana, sih kepopuleran Arashi kalau di Indonesia, dibandingkan dengan JKT?” tanya Mao.
“Sepertinya sedikit lebih rendah, ya dibanding JKT.” Jawab saya. “Kamu suka Johnnys, ya?” tanya Moto lagi.
“Nggak juga, saya sukanya sama Ikuta Toma doang.” Kata saya, sumpah ini curcol terselubung!!
“Ooh, Ningen Shikkaku, ya.” Ujar Takuro.
“Aku nonton! Nonton!” saya langsung rame. Soalnya Ningen Shikkaku itu film pertama Ikuta Toma yang saya tonton, dan itu yang bikin saya suka sama Ikuta Toma. “Filmnya nggak bikin stress, sih. Nggak kayak novelnya. Tapi karena Ikuta keren, termaafkan!”
Yuuta, Mao, Moto dan Takuro ketawa denger saya ngomong begitu. Menyenangkan banget, loh ngobrol sama mereka. Esok harinya, mereka dijadwalkan untuk ke Borobudur, sebelum mereka manggung di Japanese Whispers. Kali ini berangkat pukul 08:00.
“Kali ini tidak pukul 3 pagi,” kata Azam menjelaskan pada Mitsume dkk. Sepertinya mereka pusing juga harus sudah jalan di pagi buta seperti tadi.
2013.03.23
Keesokan harinya, kami yang orang Indonesia bangun lebih awal seperti biasa. Di antara rombongan Mitsume yang paling bisa bangun pagi Cuma dua orang; Takuro dan Yuuta. Yuuta lebih hebat, kemarin saat kami ke Pantai Indrayanti, dia yang bisa bangun jam 3 pagi tanpa dibangunin. Pagi itu, Takuro yang sudah bangun menghampiri Yuuta—yang juga sudah bangun—di kamarnya, mungkin untuk tanya soal kamera atau bertukar bagian dari kamera. Melihat Takuro dengan celana pendek batik dan kaos putih lusuh, bikin image Takuro makin seperti orang Indonesia. Eh, saya belum bilang, ya kalau Takuro ini nggak kelihatan seperti orang Jepang? Persis anak mahasiswa Indonesia, loh. Haha. Semua dari rombongan Mitsume itu nggak kelihatan sesuai dengan usianya.
“Takuro, kamu makin ke- Indonesia-an, deh.” Kata saya sama dia.
“Makin ke-Indonesia-an, ya?” dia cengar-cengir.
Yuuta ketawa denger saya ngomong begitu.
“Eh, Nakayan belum bangun?” tanya Ran ke Yuuta.
“Belum. Dia, tuh ya, tidur dengan kepala jatuh ke bawah. Ya, sudah, aku benerin lagi aja posisi kepalanya.” Kata Yuuta.
Nggak lama kemudian, Nakayan muncul di depan pintu kamar dengan muka masih ngantuk sangat. Tapi pas lihat kami di bangku, dia nyengir dan melambaikan tangan, “Ohayou,” Nakayan menggumam.
Jadi pagi itu, yang sudah bangun Cuma Yuuta, Takuro dan Moto (Nakayan balik tidur lagi. Pas jalan di lorong, saya lihat dia sudah tepar lagi di kasur). Ogi minta salah satu dari kami bangunin Youjiro dan Mao di kamar depan. Kalau kalian pernah baca manga Yamato Nadeshiko Shichi Henge, pas ngebangunin mereka itu feel-nya kayak Sunako harus masuk ke kamar Kyouhei. BERCAHAYA!!
“Kita udah mau berangkat, loh~” kata saya ke Mao.
“Um, Iya…” Mao menjawab lemas.
Dalam perjalanan kali ini, Arkham nggak ikutan. Oh, ya, mengenai Arkham ini, ada yang lucu. Sebelum berangkat, Azam mengusulkan begitu nama ‘ARKHAM’ disebut, kami berhigh-five sambil berseru ‘YES’
“Kenapa, Arkham?” tanya Sarah.
“Mungkin karena dia nggak ada di sini,” timpal Youjiro.
Seriusan. Begitu Azam berseru; “ARKHAM!!”, kami semua langsung berseru berbarengan; “YES!!”
Pak dokter kupingnya panas, nggak diteriakin begitu? =P
Borobudur panas ketika kami sampai. Sebelum masuk ke Borobudur, kami beli minuman dulu. Jadi di sana itu, semua yang berwarna, berasa, dipukul rata Rp. 10,000,- per botol. Khusus untuk air mineral saja yang Rp. 5,000,-.
Kami agak mandek di pintu masuk. Sebab harga tiket masuk ke Borobudur untuk wisatawan asing jauh lebih mahal daripada wisatawan domestik. Sepertinya kalau masuk dengan kartu mahasiswa, dapat potongan harga (?) ,tapi Mitsume dkk nggak bawa itu. Sebelum masuk ke Borobudur, Youjiro minta saya untuk menemani Moto beli kacamata hitam. Jadi saya, Moto, Youjiro dan Yuuta pergi beli kacamata hitam bersama.
Ada satu kacamata yang Moto ingin beli. Dikasih harga Rp. 100,000,-
Dafuq.
Oh, yeah. Lupa, ini daerah wisata.
Moto menolak, dan memutuskan untuk pergi saja. Tapi saya tawar setengah harga jadi Rp. 50,000,-. Saya tau itu kurang murah untuk kacamata pinggir jalan. Tapi Moto rupanya nggak keberatan dan membayar kacamatanya. Begitu kami mau kembali ke pintu masuk…
“Mbak, aku mau foto dong, sama mereka.”
…. Ya?
Seorang anak kecil, anak SD tiba-tiba menghampiri saya dan minta foto dengan 3 orang ikemen ini. “Eh?” saya sempet kaget. Tapi lalu saya manggil Yuuta, “anak ini katanya mau foto sama kalian,”
“Eh?” Yuuta juga ikutan kaget.
“Sama dia, ya, mbak.” Anak itu mengajukan permintaan untuk foto sama Yuuta.
“… katanya dia mau foto sama kamu, Yuuta.” Kata saya ke Yuuta.
“Sama aku? Eh? Nggak sebaiknya sama Mitsume-san saja?” Yuuta kebingungan sendiri, matanya mencari-cari member Mitsume yang lain. Dan sepertinya member Mitsume yang terpisah dari saya juga dimintai foto.
“Iya, sih. Tapi dia maunya sama kamu,” kata saya.
“Umm,” Yuuta masih kelihatan bingung. Tapi Mao, Youjiro, dan Moto tampak mendukung Yuuta untuk difoto bersama anak ini. Setelah Mao, Youjiro, Moto dan Yuuta foto dengan anak-anak SD itu (ya, anak-anak. Soalnya temennya anak tadi juga nimbrung ikut pengen foto), giliran Yuuta foto bersama anak SD yang tadi mengajukan permintaan.
“Eeh, tunggu. Anu, tolong dong, aku minta difotoin juga pakai HP,” Yuuta melambai-lambaikan HP-nya. Saya meraih HP-nya, tapi begitu sudah siap difoto, kali ini saya yang menghancurkan aba-aba.
“Tunggu, tunggu! Ini gimana caranya?” Jadinya Yuuta ngajarin dulu capturenya. Sebenernya pada dasarnya sama aja kayak HP lain. Saya gugup aja megang HP orang (asing). Mukanya Yuuta berasa geli gimana gitu foto sama anak SD itu. Menarik, tapi. Sayang saya nggak minta di Bluetooth fotonya. Tapi kalau kalian penasaran, bisa cek di FBnya Yuuta. Dia aktif instagram, kok.
from L → R Youjiro (mengacungkan jempol), Mao (beatles), Yuuta (being Moses? LOL), Mao (Aiba Masaki in disguise), Takuro (Japanese in disguise), and Nakayan (juga mengacungkan jempol)
Masuk ke Borobudur, kami disediakan kain batik untuk disampirkan disekeliling pinggang. Setelah masuk Borobudur, kami berhigh-five sambil berseru lagi, tapi saya lupa kami berseru apaan. Di sana panas banget, sepertinya nggak lama kami berjalan, keringat sudah mengucur lumayan. Yuuta yang begitu naik tangga langsung ngos-ngosan. Nggak kuat dengan panasnya.
“Sejauh ini, hari ini yang paling panas,” komentar Takuro.
Anyway, saya dan Takuro mengabadikan wajah ngos-ngosan Yuuta dengan kamera masing-masing. Hasil foto saya bisa dicek di profile picture FB Sekiyama Yuuta. Hahaha, terima kasih sudah pakai foto hasil jepretan saya, loh. Padahal saya nggak ahli banget dalam hal motret. Kami berkeliling sembari menjelaskan beberapa hal tentang Borobudur. Seru. Di tingkat-entah-keberapa Borobudur, mendadak Youjiro hilang. Kami mencari ke sekeliling dan menemukan Youjiro ada di tingkat di bawah kami. Sepertinya dia loncat dari atas ke bawah. Dia duduk di salah satu sudut sepi Borobudur.
“Itu celana yang robek kemarin, bukan?” tanya Ogi.
Youjiro membuka lebar kakinya. “Bukan,” jawabnya sambil tertawa.
Begitu Youjiro mau kembali ke tingkat atas, Sarah langsung melarangnya, “Nggak boleh manjat, loh. Kamu harus naik tangga dari sana,”
Kami semua ketawa. Cukup merepotkan juga, kan kalau harus naik tangga yang penuh dengan wisatawan. Tapi Youjiro kembali menemui kami dalam waktu yang cukup singkat. Setelah komplit, kami melanjutkan perjalanan kami kembali. Di saat inilah Yuuta dan Takuro ber-ide untuk mengambil gambar untuk keperluan MV Mitsume yang baru. Saya akan bocorin sedikit ide MV ini, mereka akan menari. Ikemen menari.
Kami menemukan lagi sudut sepi Borobudur. Dan posisinya ada di tingkat bawah lagi. Jadi Mitsume turun ke bawah, mereka berjajar dan mulai menari. Yuuta sudah mengatur kamera dari atas, dan dia akan merekamnya dari atas. Tapi sepertinya agak gagal, sebab nggak lama kemudian ada rombongan wisatawan lain yang lewat. Nggak Cuma itu saja, sih.
Tadinya memang itu sudut sepi Borobudur. Begitu melihat ikemen-ikemen ini menari, salah satu wisatawan India ingin berfoto dengan mereka. Setelah itu, wisatawan lain lagi yang minta foto. Dan begitu seterusnya, hingga sudut sepi itu berubah menjadi sudut photo session. Ketika Mitsume kembali ke tingkat atas, terjadi hal yang sangat tidak terduga.
Entahlah, rombongan wisata anak SMP yang ada di situ tiba-tiba heboh berseru; “Super Junior! Boyband! Idol!” pokoknya semacam itu. Kami tau yang mereka maksud adalah Mitsume dkk, atau lebih tepatnya… Yuuta?
Yuuta sendiri ketawa-ketawa aja. Sadar, mungkin? Tapi Ran bilang ke Yuuta kalau dia disangka Super Junior. “Ah, yang bener?” Yuuta ketawa-ketawa. Setengah dari pengunjung Borobudur mungkin menyangka bahwa Sekiyama Yuuta adalah K-Pop Idol. Hahaha.
Mitsume dkk beneran dimintain foto, nggak Cuma dengan rombongan wisata anak SMP itu, tapi semua yang melihat Mitsume dkk dan menganggap mereka unik, minta foto sama mereka. Photo session dengan Mitsume ini bikin Borobudur sempet macet! Kami turun ke lantai bawah pun tidak mengubah hal itu. Dari tingkat ke tingkat, ada aja yang minta foto. Begitu pun ketika kami sudah finish tour Borobudur. Ketika Mao sedang beristirahat, duduk di pinggiran Borobudur, ada seorang wanita yang minta foto. Dan wanita itu akhirnya nggak sendirian, tapi rame-rame. Kayaknya wanita ini guru SMP dan murid-muridnya minta wanita ini ngomong sama Mao. Capek, loh menghadapi permintaan orang minta foto sama Mitsume dkk. Kami ngerasa kami sendiri nggak pernah foto bareng. Jadinya kami memutuskan untuk foto bersama di pelataran Borobudur. Ini hasil fotonya. Terima kasih, Yuuta! :D
Setelah itu, kami segera beranjak pulang dengan melewati pasar. Di pasar ini banyak menjual pakaian, topi, aksesoris lain yang khas Borobudur atau Yogyakarta. Kami nggak sering berhenti untuk melihat-lihat atau bahkan belanja. Kebetulan di ujung pasar itu ada penjual aneka topi, dari blangkon sampai topi pet. Kalian tau topi-topi yang sering bertuliskan ‘woles’, ‘galau’, dan semacamnya itu? Takuro beli salah satu di antaranya, yang tulisannya ‘woles’.
“apa, sih woles itu?” tanya Sarah.
“Itu kebalikan dari slow, awalnya wols, tapi lama-lama jadi woles. Bahasa gaul anak-anak Jakarta,” Saya dan Ogi menjelaskan.
“Dan apa itu artinya?”
“Dalam bahasa Jepang itu disebut ‘yukkuri’” jelas saya. Takuro langsung beli. Yuuta yang masih liat-liat tertarik dengan dua kata di topi. “Kalau ini apa artinya?” menunjuk topi bertuliskan ‘modus’.
Nah, loh. “Modus itu, ketika kita menginginkan sesuatu atau amat sangat, dan kita berusaha segigih mungkin, se-rahasia mungkin,”
“Kalau itu apa?” Yuuta menunjuk ‘galau’.
“Bahasa Indonesia untuk ‘shonbori’,”
“Ngapain ada orang mau make topi bertuliskan ‘shonbori’??” Yuuta kaget, tapi dia ngerasa itu aneh dan lucu. ‘shonbori’ dalam bahasa Jepang berkesan lebih dalam, lebih gelap, uring-uringan gak jelas. Aneh juga sih, ada orang mau pake topi bertuliskan kayak gitu.
Indonesia itu memang unik, kalau tidak mau dibilang aneh. Kami kembali ke rumah eyangnya Azam hanya untuk ambil alat dan menuju ke venue, LAF Garden untuk check sound. Kebetulan kabarnya The Aftermiles, band yang akan satu panggung dengan Mitsume mundur jadwal checksoundnya. Saya dan Ran berangkat terpisah dengan yang lain, kami dijemput sama Seto dan Takuro.
Beginilah venue Japanese Whispers 2 ini. Semi-outdoor. Memang nggak terlalu besar.
Langgeng Art Foundation, Yogyakarta → I was there to watch Mitsume :')
Karena belum open gate, panitia masih berkeliaran untuk prepare dekorasi, sound, dan lain sebagainya. Mitsume dkk berpencar. Karena sudah menjelang open gate, Azam dan Sarah pun juga sibuk dengan tugasnya masing-masing. Saya sendiri bisa dibilang lowong, paling ketika Azam harus meninggalkan venue untuk mandi, saya diberi sekitar 1 jam waktu untuk menggantikan Azam sebagai LO-nya Mitsume.
“Aku tinggal kalian sebentar, aku harus mandi dan mengurus beberapa hal. Sementara itu, aku akan menyerahkan semuanya ke Nana.” Kata Azam kepada Mitsume di ruang band.
“Mohon bantuannya,” kata saya kepada Mitsume.
“Ya, sama-sama,” begitu jawab mereka.
Tugas saya hanya menemani mereka jika ada yang bertanya-tanya kepada mereka, tapi mereka nggak bisa bahasa Jepang. Saya pikir nggak akan ada yang bertanya, tapi rupanya salah satu member The Aftermiles yang masuk ke dalam ruang band menegur saya dan bertanya.
“Loe penerjemah mereka, ya?”
“... Iya.”
“Tolong bilangin ke mereka, bahwa mereka itu band keren! Dan gue mau kita habis ini nongkrong bareng!”
Begitu disampaikan ke Mitsume, mereka Cuma ketawa-ketawa dan nyengir ke member The Aftermiles itu sambil mengangguk. Azam kembali dengan segera ke venue, mulai sibuk dengan urusan kepanitiaan, dan juga mulai sedikit cemas kalau ada SMS yang masuk, dia khawatir ada sesuatu yang terjadi (dan itu masalah) kalau SMS yang datang dari Dimas atau Arkham.
Selepas Magrib, venue mulai ramai dengan audience yang datang. Excitement audience yang datang patut diacungi jempol, seingat saya malah ada fans dari Jepang yang bela-belain datang ke Indonesia untuk menonton live mereka. Hebat.
Penampilan pertama di Japanese Whispers dari Dojihatori, band senior asal Yogyakarta ini sudah cukup lama vakum. Ini live pertama mereka setelah vakum beberapa tahun. Saya sempat menonton mereka dari dekat, dan mereka bagus. Sepertinya banyak juga fans dari Dojihatori yang menantikan penampilan mereka di acara ini, semacam kangen ingin melihat mereka kembali beraksi. Salah satunya adalah Eka, bassist dari Brilliant at Breakfast yang juga datang di acara ini. Saya nonton Dojihatori bersama Eka :D
Saya tidak tahu persis Dojihatori membawakan berapa lagu, tapi begitu saya sadari, mereka sudah selesai membawakan lagu terakhir dan berganti dengan The Aftermiles. Saya pribadi sebenarnya agak kecewa dengan The Aftermiles—karena mereka tidak membawa Ringgo Agus Rahman, haha. Saya ingin lihat dia menyanyi sebenarnya. Mungkin Ringgo sibuk dengan aktivitas di Jakarta. Ya, sudahlah. Salah satu lagu yang mereka bawakan berjudul What You Say You Want, lagu ini sempat diperdengarkan ketika Mitsume diwawancara di Swaragama. Saya melihat Takuro dari kejauhan mulai ‘liar’ melompat-lompat bersama dengan Ogi, Azam dan beberapa panitia Japanese Whispers. Mereka tampak lucu hang out berbarengan. Tidak lama kemudian, Mao, Youjiro dan Moto juga ikut hang out bersama mereka.
The Aftermiles tidak membawakan banyak lagu sepertinya, saya merasa mereka cepat berganti dengan band berikutnya.
Ya.
Siapa lagi kalau bukan guest star acara ini, Mitsume!
Saya melihat mereka berjalan menuju panggung dengan membawa peralatan masing-masing. Mao tidak lupa membawa synth. Mereka agak lama mensetting alat, sementara menunggu, saya dan Eka kembali di jajaran depan panggung untuk menikmati live mereka. Lagu-lagu yang dibawakan Mitsume di antaranya adalah Disco, Towers, Hotel, Cider Cider, Entotsu, Sankaku Jougi, dan lagu baru. Saya tidak ingat semua list lagu yang dibawakan, tapi yang jelas mereka tidak membawakan Fly Me To The Mars!! Padahal saya dan Dimas menantikan lagu itu. Saya, Eka, dan Dimas bergoyang ketika Mitsume membawakan musik mereka di atas panggung. Mereka itu bagus sekali di live. Tidak salah jika Japanese Whispers kali ini memilih mereka sebagai guest starnya. Audience ikut bergoyang dan bertepuk tangan sesuai dengan irama, musik-musiknya Mitsume memang bisa bikin menari-nari. Luar biasa. Saya suka Mitsume
Di setiap akhir lagu, Moto tidak lupa selalu mengucapkan terima kasih dalam bahasa Indonesia. Di beberapa kesempatan Moto juga melakukan MC dengan bahasa Indonesia. Salah satu phrase yang diucapkan Moto ketika MC adalah: “Kami Mitsume, kami dari Jepang. Kami suka mi goreng! Kami semua jomblo, loh!” mendengar ini, penonton berseru kencang. Jomblo, eh? Hahaha.
Mitsume sudah membawakan lagunya yang terakhir, dan mereka bersiap untuk turun dari panggung. Hanya saja kami, penonton, tidak rela melepas mereka cepat-cepat. Tunggu dulu, bung! Kami semua berseru dan bertepuk tangan; “ENCORE! ENCORE! ENCORE!” kami benar-benar ingin mereka kembali lagi ke panggung dan memainkan musik mereka. Kami sempat sedikit kecewa ketika Mitsume tampak tidak mempedulikan seruan kami, dan berjalan semakin menjauhi panggung. Tapi ternyata tidak lama kemudian, Moto bersama member Mitsume yang lain berjalan cepat kembali ke panggung dan meraih instrument masing-masing. Mereka kembali bermain!! Mereka membawakan Kurage! Kami berhasil membujuk mereka untuk encore!
Di encore ini, mereka bermain lebih liar. Nakayan riding di atas bass drum, sementara Mao tampak kesetanan menggesekkan gitarnya pada tiang mic. Moto berdansa liar dengan gitarnya. Youjiro, katanya sih, dari review yang saya baca tentang Japanese Whispers, menggebuk drum layaknya Keith Moon. Hahaha. Tapi yang jelas, saya senang sekali dengan acara ini. SUGOI WA!! Penonton lain juga tampak puas dengan penampilan mereka. Ramai sekali. Luar biasa sekali.
Moto mengucapkan terima kasih sekali lagi, kali ini betulan terakhir dan mengucapkan, “KALIAN SEMUA RUARU BIASA!!”
Penonton berseru dan tertawa mendengar pelafalan Moto yang masih membawa ‘Jepang’nya itu. Kalian tahu bahwa orang Jepang tidak bisa mengucapkan L dengan sempurna.
Sangat luar biasa, saya terharu mengingat malam itu. Setelah live berakhir, member Mitsume tampak terlihat membaur bersama penonton dan panitia, Youjiro yang berpapasan dengan saya tersenyum dan berkata; “Terima kasih, ya!”
“Kalian hebat. Luar biasa sekali!” saya berkomentar.
Youjiro tersenyum mendengar perkataan saya.
Setelahnya saya berpapasan dengan Yuuta, “Halo, halo. Wah, menyenangkan banget. Keren, deh.” Komentar Yuuta.
“Ya, Mitsume keren sekali. Mereka bikin aku menari-nari, loh,” kata saya.
“Iya, ya. Ini sangat menyenangkan,” kata Yuuta, dia kembali mengangkat kameranya dan mengabadikan momen-momen tertentu.
Mitsume sempat diwawancara lagi, kali ini di ruang band. Setelah itu, Mitsume dkk berfoto bersama panitia di depan banner besar bertuliskan Japanese Whispers 2. Saya juga ikut berfoto bersama mereka.
Aaa, kalian juga ruaru biasa, Mitsume-san!! Panitia Japanese Whispers juga, kalian semua ruaru biasa!! Di kesempatan yang akan datang, saya akan datang lagi menyaksikan Japanese Whispers, siapapun guest starnya. Saya dukung kalian selalu :’)
special thanks to:
Mitsume
Sekiyama Yuuta
Toyama Takuro
Eyangnya Azam
Azam
Sarah Arkham 'Demon Speed'
Ogi
Seto
Ran
dan semua orang yang banyak membantu saya selama di Yogyakarta